Wikipedia

Hasil penelusuran

Minggu, 30 November 2014

Budaya Kentrung Tradisi

Kentrung sebuah kesenian asli Indonesia yang berasal dari pantai utara Jawa. Kesenian ini menyebar dari wilayahSemarangPatiJepara, hingga Tuban - dimana kesenian ini dinamakan Kentrung Bate[1] karena berasal dari desa Bate,Bangilan, Tuban. Kentrung Bate pertama kali dipopulerkan oleh Kiai Basiman di era zaman penjajahan Belanda tahun 1930-an.
Seni Kentrung diiringi alat musik berupa tabuh timlung (kentheng) dan terbang besar (rebana).  Seni Kentrung sendiri syarat muatan ajaran kearifan lokal Dalam pementasannya, seorang seniman menceritakan urutan pakem dengan rangkaian parikan dengan menyelipkan candaan - candaan yang lucu di tengah-tengah pakem walaupun tetap denganparikan yang seolah dilakukan luar kepala. Parikan berirama ini dilantunkan dengan iringan dua buah rebana yang ditabuh sendiri. Beberapa lakon yang dipentaskan di antaranya Amat Muhammad, Anglingdarma, Joharmanik, Juharsah, Mursodo Maling, dan Jalak Mas.
Berdasarkan pernyataan yang didapat dari situs forum budaya Kesenian Kentrung dianggap terancam punah karena gagal melakukan regenerasi.  Sejumlah orang yang masih mampu memainkan kesenian ini dan kebanyakan sudah lanjut usia. Isyu yang kini ada di antara para pemain Seni Kentrung adalah permintaan agar pemerintah segera mendokumentasikan kesenian tradisi, termasuk kentrung bate, dengan harapan terdokumentasinya (tidak hilang) budaya dan kesenian asli daerah. Dokumentasi kentrung dianggap oleh pemainnya sangat penting mengingat sudah tidak ada penerus dalam kesenian ini.
Kentrung merupakan kesenian tradisional sastra lisan yang mewujudkan sarana komunikasi rakyat melalui simbol-simbol. Simbol di­gambarkan lewat penokohan dan kehidupan masyarakat. Selain itu, juga tentang po­litik, ekonomi, idiologi, sosi­al, budaya dan keamanan.
Dalang Kentrung Panji kelana Sidoarjo, Ki Subiyantoro di ruang kerjanya mengata­kan, komunikasi yang disampaikan merupakan ung­kapan melalui kritik dan pe­san moral dikemas halus de­ngan bahasa kentrung.
Menurut dia, kentrung merupakan sastra lisan atau teater lisan yang diwariskan dalam bentuk lisan di lingku­ngan masyarakat. Pertunjuk­an Kentrung dimainkan oleh dalang dan panjak yang mendongeng tanpa menggu­nakan wayang. Musik yang mengiringi kendang dan tamburin serta instrumen lain se­perti jidor, terbang, templeng dan gong.
Kentrung ini lahir pada masa kemerdekaan Indone­sia, dalam masanya merupa­kan seni yang mendidik de­ngan menggunakan cerita. Seni tutur yang sering tampil “lesehan” tersebut digunakan sebagai media penyambung lingkar sejarah rakyat khu­susnya Islam yang berkem­bang di Jawa.
Kesederhanaan tampilan dengan menggunakan baha­sa Indonesia dan dialek da­erah yang mudah dimengerti sehingga ceritanya mudah di­terima masyarakat, khusus­nya masyarakat menengah ke bawah.
Pengertian kata kentrung dibedakan menjadi dua yak­ni berdasarkan penyingkatan dua kata dan bunyi yang di­keluarkan oleh instrumen. Ada yang mengatakan bah­wa perkataan Kentrung bera­sal dari kata Ngre’ken (meng­hitung) dan Ngantung (ber­angan-angan). Maksudnya mengatur jalannya dengan berangan-angan. Ada juga yang mengatakan berasal dari kata Kluntrang-Kluntrung yang artinya pergi dan me­ngembara kesana kemari.
Dari dua pengertian yang lebih mendekati cocok ada­lah pengertian didasarkan bunyi instrumen musik ken­trung, berwujud rebana/ter­bang yang berbunyi trung. Mengenai pengertian ken­trung bisa bermacam-ma­cam tergantung dari penafsi­ran dalangnya.
Sepanjang pementa-sanya Kentrung hanya diisi oleh seorang dalang yang merangkap sebagai penabuh gendang dan ditemani oleh penyenggak. Personel me­megang instrumen jidor, ketipung/kempling/timplung, dan kendang (Agasta: Minggu, 22 April 2007).
Kentrung pada zaman du­lu pemainnya hanya duduk mendengarkan ki dalang berceritera dan terkadang pe­main lainnya nembang, pa­rikan dan berpantun. Dalam perkembangannya pemain kentrung sudah bisa berek­spresi memerankan tokoh seperti pemain ludruk dan kesenian ketoprak.
Kentrung saat ini banyak dijumpai di Jawa Tengah dan Jawa Timur khususnya di de-rah pesisir timur selatan. Se­lain itu, juga terdapat di sen­tra daerah, misalnya Suraba­ya, Jember, Pasuruan, Bojo­negoro, Lamongan, Nganjuk dan Jombang.
Kentrung sering dimanfa­atkan masyarakat dalam ha­jatan dan pesta. Misalnya khitanan, perkawinan, tingkepan, boyongan rumah, ulang tahun istansi. Tetapi dalam perkembangannya kentrung bisa untuk dialok interaktif dalam seminar di perguruan tinggi dan sekolah-sekolah tertentu.
Kentrung juga sering di­gunakan acara yang bernu­ansa religius dengan cerita tentang Nabi Muhammad, Nabi Musa, dan Nabi Yusuf, zaman Walisongo dan Ma­taram Islam (Babad Tanah Jawa). Kisah lainnya tentang Syeh Subakir, Ahmad Muhamad, Kiai Dullah, Amir Ma­gang, Sabar-subur, Marmaya Marmadi Ngentrung, Ajisoko dan cerita panji.
Selain itu mengenai nilai-nilai tasawuf dengan mengu­pas berbagai topik seperti purwaning dumadi, keutaman, kasampurnan urip, dan sangkan paraning dumadi (Agasta: Minggu, 22 April 2007).
Pengatur
Kentrung mempunyai be­berapa unsur yang setiap pertunjukan yaitu:
Dalang, adalah pemba­wa cerita yang sekaligus menjadi pengatur jalan ce­rita. Dalang Kentrung hampir sama dengan dalang wa­yang, kesamaan tersebut dalam hal mengubah karak­ter suara sesuai dengan la­kon yang sedang berdialog.
Cerita, merupakan un­sur kedua dalam pertunjukan kentrung. Cerita yang biasa diangkat oleh dalang adalah cerita kerajaan, legenda, Wali, Nabi, dsb.
Instrumen pengiring merupakan hal yang penting dalam membawakan sebuah cerita, karena dengan Instru­men masyarakat tertarik mendengarkan cerita.
Instrumen-instrumen po­kok dalam pertunjukan Ken­trung, antara lain:
Kendhang Kentrung, adalah sebuah alat yang ber­fungsi sebagai pamurba ira­ma dan sebagai variasi lagu atau dengan kata lain bertu­gas mengatur irama dan ja­lannya sajian. Kendhang se­cara ukuran berbeda dengan kendhang Jawa, kendhang Kentrung biasanya berukur­an lebih panjang, Seringkah Dalang berperan ganda de­ngan memainkan kendhang.
Terbang/Kempling/Rebana (frome drum), alat pe­mukul yang lahir dari Jawa Te­ngah ini dari kayu berbentuk bulat dan dibalut dengan kulit kambing, berfungsi sebagai variasi instrumen lagu.
Bonang, tidak semua dalang kentrung mengguna­kannya, alat yang dibuat dari perunggu/kuningan/besi me­rupakan salah satu pelengkap alat instrumen gamelan Jawa. Fungsi aslinya adalah pamur­ba lagu (pembuka jalannya sajian) pada beberapa gendhing, bonang digunakan se­bagai penghias lagu dalam pertunjukan Kentrung.
Panjak, adalah penabuh instrumen dalam pertunjukan Kentrung. Selain yang telah disebutkan sebelumnya, di dalam pertunjukan Kentrung juga terdapat parikan. Parikan adalah sejenis pantun yang dilagukan atau dinyanyikan oleh dalang beserta panjaknya dengan iringan musik sederhana. Parikan juga memuat pesan-pesan moral terhadap masyarakat, Parikan juga memiliki kategori yaitu bagus, cacat dan jelek (Hutomo, 1993:xxxix).
Contoh parikan Kentrung kategori bagus:
Tuku karet dhuwite ilang
Tak baleni sandhale keri
Yen kepepet aja sumelang
Wis disedhiyani kantor ko­perasi
(Beli karet uangnya hilang Ketika kuambil sandalku tertinggal  Kalau terdesak janganlah bimbang Sebab sudah disediakan kantor koprasi) (Hutomo, 1993:49).
Contoh parikan kategori cacat:
Kembang terong abang
biru moblong-moblong,
sak iki wis Bebas ngomong,
tapi ojo clemang-clemong
(bunga terong berwarna merah biru mencorong, sekarang ini sudah bebas berbicara, tetapi jangan celometan).
Ijo ijo lak ijo ijo
Ijo-ijo godonge sawi
Paling enak duwe bojo
Lek bengi onok sing mijeti
(Hijau-hijau daunnya sawi, paling enak punya istri bila malam ada yang mijiti)
Banyolan
Kentrung juga memiliki ciri banyolan, berguna untuk mengatasi rasa bosan pe­nonton. Bentuk banyolan ini bisa berupa kritikan tidak langsung sehingga menjadi lucu ataupun berupa kata erotis yang agak berbau porno.
“Pemerintah dan masya­rakat diharapkan turun ta­ngan ikut menguri-uri kesenian rakyat yang hampir pu­nah ini,” ujar Pengamat Bu­daya Dari Universitas Jember (Unej) Prof Ayu Sutarto da­lam diasnatalis ke 10 Fa­kultas Ilmu Budaya (FIB) Uni­versitas Airlangga (Unair).
Bahkan pemerintah harus secepatnya menginventarisasi kesenian daerah di Ja­tim seperti ludruk, ketoprak, sandur, terbang jidor, jaranan, campursari, tandak bedes dan kentrung. Setelah itu segera dipatenkan agar ti­dak diakui negara lain seperti Reyog Ponorogo.
Sementara peran masya­rakat dan pemerintah juga harus ikut bertanggung ja­wab tentang kelangsungan kesenian tersebut dengan ja­lan mencintai seni budaya sendiri. “Apresiasinya ya ha­rus mau nanggab jika ada hajatan acara-acara lainnya,” katanya.(Sunaryo)

  berikut ini merupakan seniman kentrung yang ada di indonesia 

Bu Gimah Tulungagung
Pak Sumeh




Dan tidak dapat terpungkiri jika masih ada seniman-seniman yang belum dijumpai di lain tempat, mari kita budayakan kesenian ini agar tidak punah . 
#FB_UKM_Blero_UM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar